PT. BESTPROFIT FUTURES MEDAN — Neraca perdagangan Indonesia masih mengalami defisit dengan tiga negara mitra dagang utama, yakni Australia, Brasil dan Thailand.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan defisit dagang terbesar terjadi dengan Australia sebesar US$567,5 juta. Realisasi ini naik dibandingkan November yang tekor US$455,2 juta, namun turun dibandingkan Desember 2022 yang minus sebesar US$639,9 juta.
“Defisit terdalam yang dialami dengan Australia ini didorong oleh komoditas bahan bakar mineral, bijih logam, terak dan abu, serta logam mulia dan perhiasan/permata,” ujar Pudji dalam konferensi pers, Senin (15/1).
Defisit terbesar kedua dengan Brasil sebesar US$498,2 juta. Realisasi ini naik dibandingkan November 2023 yang sebesar US$374 juta maupun Desember 2022 yang sebesar US$290,7 juta.
Kemudian, defisit terbesar ketiga dengan Thailand yang sebesar US$405,6 juta. Naik dibandingkan November 2023 sebesar US$343,1 juta dan Desember 2022 sebesar US$227,6 juta.
Sementara itu, neraca dagang Indonesia juga surplus dengan tiga negara lainnya, yakni India sebesar US$1,42 miliar, Amerika Serikat (AS) sebesar US$1,32 miliar dan Filipina sebesar US$718,6 juta.
Secara umum, neraca perdagangan barang Indonesia kembali mencatat surplus sebesar US$3,31 miliar pada Desember 2023 ini. Hal ini dikarenakan ekspor lebih tinggi dibandingkan impor.
Ekspor Desember tercatat sebesar US$22,41 miliar atau naik 1,89 persen dibandingkan November 2023 yang sebesar US$22 miliar. Sedangkan, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya turun 5,76 persen yang sebesar US$23,78 miliar.
Sedangkan, impor tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,45 persen dari sebesar US$19,59 miliar pada November menjadi US$19,11 miliar. Penurunan kinerja impor ini terjadi pada kelompok migas dan nonmigas masing-masing 3,33 persen dan 2,26 persen.
“Dengan demikian maka neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 44 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” pungkas Pudji.